Jumat, 27 Februari 2009

Dugaan Penyimpangan Proyek Jobber, Kajari Pulbaket 30 Hari

LEWOLEBA, PK -- Desakan Florata Corruption Watch/FCW kepada penyidik kejaksaan, kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan dugaan penyimpangan proyek pabrik es dan jobber (fasilitas penimbunan BBM) milik Pemkab Lembata mendapatkan respon positif. Kejaksaan Tinggi NTT memerintahkan penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Lewoleba mengumpulkan bahan dan keterangan (pulbaket) selama 30 hari dan melaporkan hasilnya kepada Kejati NTT."Laporan panitia khusus (pansus) DPRD bisa menjadi bukti awal untuk kami bekerja. Seperti juga hasil pansus meneliti dugaan penyimpangan keuangan PD Purin Lewo, setelah diaudit BPKP, jumlah kerugian negara lebih kecil dari perhitungan pansus. Karena itu, kami akan bekerja menurut cara kami melakukan pulbaket. Perintah Kajati NTT melakukan pulbaket bukan penyelidikan atau penyidikan. Hasil pulbaket akan kita laporkan dalam 30 hari," kata Kajari Lewoleba, Gabriel Mbulu, S.H, kepada Pos Kupang, di Lewoleba, Selasa (17/2/2009). Perintah Kejati NTT tertuang dalam surat No: R-28/8.3.3/DEK.3/1/2009 ditandatangani Asisten Intelijen, I Gusti Nyoman Subawa, S.H. Surat perintah ini melampirkan guntingan koran Pos Kupang edisi Senin (5/1/2009) yang memuat desakan Florata Corruption kepada penyidik mengusut dugaan penyimpangan proyek pabrik es.Gabriel menambahkan, laporan pulbaket proyek pabrik es dan jobber akan disampaikan kepada Kajati NTT. Apakah hasil pulbaket itu akan ditingkatkan ke tahap penyelidikan dan penyidikan, sangat tergantung kepada hasil akhir pulbaket yang dilakukan tim Kejari Lewoleba.Direktur Florata Corruption, Piter Bala Wukak, S.H, kepada Pos Kupang menyampaikan terima kasih atas respon positif Kajati NTT. Respon itu harus ditunjukkan dengan kinerja di lapangan menuntaskan dugaan penyimpangan proyek jobber dan pabrik es. Apapun hasil yang ditemukan, Piter menyarankan disampaikan kepada masyarakat. Apabila ada indikasi penyewengan keuangan negara dan harus ditingkatkan ke tahap penyelidikan dan penyidikan. Bilamana tidak ada temuan, juga disampaikan transparan kepada masyarakat agar tidak menjadi polemik di masyarakat.Dikatakannya, pemahaman masyarakat awam menyimpulkan temuan pansus telah terjadi penyimpangan. Tetapi apakah penyimpangan itu benar-benar ada dan merugikan keuangan negara harus dibuktikan lewat penyelidikan dan penyidikan mendalam dan tuntas."Masyarakat jangan dibiarkan mendiskusikan kasus ini berkepanjangan. Kalau harus ditingkatkan ke tahap penyelidikan dan penyidikan, proses saja supaya kasus ini menjadi jelas," tandas Piter.Menurut tim pansus I DPRD meneliti proyek jobber yang didanai dari APBD Lembata Rp 18.705.000.000,ditemukan beberapa persoalan terindikasi syarat kepentingan, persekongkolan, kolusi dan korupsi merugikan keuangan negara ditaksasi Rp 1.002.787.379,05. Penyimpangan meliputi denda keterlambatan paket pekerjaan tahap I yang tidak termuat dalam kontrak senilai Rp 428.137.589,05, asuransi proyek Rp 309.426.810 dan reengineering (perencanaan kembali) Rp 268.232.890. Temuan lain, tak satu pasal pun dalam kontrak induk maupun addendum kontrak nomor 140a dan 140b mengatur asuransi. Tetapi dialokasikan dana Rp 309.426.810 untuk asuransi pembangunan jobber dan transportasi. Padahal Keppres Nomor 80 Tahun 2003 lampiran 1 Bab II poin 2 mengisyaratkan, penyedia barang/jasa harus mengasuransikan semua barang dan peralatannya yang mempunyai resiko tinggi. Pansus juga menemukan penyimpangan terjadi sejak pelelangan. Dua anggota panitia tidak memiliki sertifikat keahlian, pemungutan uang pendaftaran Rp 1 juta kepada rekanan bertentangan pasal 8 Keppres Nomor 80 Tahun 2003. Proyek ini dilamar enam perusahaan, tapi empat perusahaan gugur karena administrasi diajukan tidak lengkap. PT Djasa Uber Sakti dan PT Indolas Pramata memenuhi syarat mengikuti penawaran. Meski dokumen utama PT Djasa Uber Sakti, berupa SIUJK dan SBU telah kadaluwarsa sejak 31 Desember 2006. Bahkan tak satupun surat keterangan dari badan sertifikasi Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI) yang menyatakan sertifikasi perusahaan ini sedang diproses.
Mark up pabrik Es
Pansus tiga menyelidiki pabrik es di Waijarang, menemukan mark up (penggelembungan) beberapa aspek pekerjaan, pembuatan jetty (tambatan perahu) Rp 135.364.791, menara air Rp 94.220.507,25, jaringan listrik diesel 135 KVA Rp 291.500.000. Gedung pabrik es Rp 140.000.052,44, rumah listrik (diesel) Rp 11.500.214,52 dan pembuatan pabrik es dan mesin Rp 885.777.640.Anggaran digunakan bersumber dari dana alokasi umum (DAU) Rp 397.222.500 serta dana alokasi khusus (DAK) dan dana pendamping Rp 1.025.777.500 atau keseluruhan Rp 1.423.000.000.Setelah owner estimate (OE), item pekerjaan jetty dihilangkan, meski alokasi anggaran Rp 1.423. 000.000, tak berkurang. Begitupun setelah addendum satu, harga semua item pekerjaan tidak berubah pula. Pada addendum dua semua item pekerjaan mengalami eskalasi cukup besar. Gedung pabrik es dieskalasi Rp 29.701.198,80 menjadi Rp 160.701.198,80 dari harga sebelumnya Rp 140.000.052,44. Pembuatan pabrik es mendapat tambahan Rp 364.368.870 menjadi Rp 1.250.146.476,70 dari harga sebelum eskalasi Rp 885.777.640. Rumah listrik yang semula Rp 11.500,241,52 ditambah Rp 25.617.568,56 menjadi Rp 37.117.779,02. Total dana eskalasi Rp 419.687.600 menjadi Rp 1.842.697.600 dari harga pada kontrak awal Rp 1.423.000.425,26.Fakta lainnya, di dalam dokumen kontrak menggunakan amoniak, di lapangan terpasang freon merugika negara Rp 130,9 juta, karena peralatan yang diadakan kontraktor seperti pompa air dan kondesor Rp 26,7 juta, valves regular valve Rp 64,8 juta, pipa penghubung NH-3 Rp 27,8 juta dan pipa air 4 dim dan 1,5 dim seharga Rp 11,6 juta. Peralatan ini bisa digunakan apabila menggunakan amoniak. Padahal harga mesin freon jauh lebih murah dari mesin menggunakan amoniak.Mesin pabrik es merupakan mesin modifikasi merek Cina dan Jerman diduga terjadi mark up Rp 300 juta lebih. Pengadaan kabel instalasi tidak standar (kabel serabut) tidak sesuai rencana anggaran biaya. Mesin listrik (genzet) di dalam perencanaan 135 KVA seharga Rp 291.500.000, yang diadakan 100 KVA tanpa perubahan harga. Mesin kapasitas 100 KVA, seharusnya bisa mengoperasikan pabrik es kapasitas 10 ton/hari. Pada pabrik es di Maumere dipasang mesin kapasitas 50 KVA bisa memproduksi es balok sejak 2006. Proyek ini menghabiskan anggaran Rp 540 juta. (ius/Pos KUpang)

Murid SD di Lewoleba Derita Tumor Ganas

MALANG penderitaan Titus Raja Manuk alias Roby (10). Benjolan yang semula kecil muncul disebelah kiri lehernya menjelang akhir November 2008, namun saat ini benjolan itu terus membesar dan mengeluarkan darah. Di sekitar benjolan itu muncul benjolan baru berukuran kecil. Paramedis memeriksanya menyimpulkan kemungkinan Roby terserang penyakit tumor ganas.Rabu pagi (25/2/2009), pukul 08.30 Wita, ayah kandung Roby, Fransiskus Bambang Manuk bersama dua rang sahabatnya mendatangi Pos Kupang di Lewoleba."Pak kami minta bantuan untuk melihat anak kami di RSUD Lewoleba. Darah yang keluar sangat banyak dari benjolannya. Kami tidak sanggup membiayai operasi kanker. Kata dokter harus dioperasi ke rumah sakit di Pulau Jawa," ungkap Frans.Frans menuturkan, dokter di RSUD Lewoleba dan RSUD Kupang sudah sempat memeriksa Roby menyatakan anaknya menderita tumor ganas dan harus dioperasi. Memikirkan biaya operasi anaknya, Frans mengaku tidak mampu. "Mungkin ada yang bisa bantu saya. Kata para dokter, anakya menderita sejenis tumor ganas," ujar Frans.Pos Kupang menjenguk Roby, hari Rabu kemarin di RSUD Lewoleba. Roby sudah dua hari menginap di RSUD itu. Sebuah jarum infus ditusukan ke tangan kiri. Anak keempat dari delalapan bersaudara ini ditemaninya Rosalian Tukan ibunya. Wajahnya masih tampak seperti anak-anak seusianya. Ia masih bisa berbicara,namun nampak sekali benjolan di leher sebelah kiti sebesar buah kelapa bali sangat mengganggunya. Rosalina mengatakan, Roby dilarikan ke RSUD, Selasa (24/2) karena darah keluar dari benjolan sangat banyak dan tak bisa dihentikan. Ia dan suaminya panik membawanya ke RSUD agar mendapat perawatan dan berhasil dihentikan darah yang keluar.Menurut dokter, kata Rosalina, benjolan ini harus dioperasi di rumah sakit di Jawa. Pihak RSUD akan mengeluarkan surat rujukan dan menyeratkan tenaga pendamping mengantar Roby bersama orangtuanya. Biaya operasi dan pengobatan akan ditanggunglangi dari dana jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) dan sebagian biaya harus ditanggulangi keluarga."INi yang kami pikirkan.Kami akan berusaha cari jalan kumpulkan uangan tambahan. Mudah-mudahan ada yang bersedia membantu anak kami,ö keluh Rosalina.Dikatakanya, banjolan ini muncul sekitar tanggal 26 November 2008, beberapa minggu setelah Roby menerima sakremen komuni pertama. Rosalina memeriksakan anaknya ke Puskesmas Lewoleba, dan dirujuk ke RSUD Lewoleba. Semakin hari, benjolan terus membesar. Pada esember 2008, Roby ditemani orangtunya berobat ke Kupang.öDokter mengambil cairan dari benjolannya dikirim ke Surabaya.Ini ada surat keterangan hasilnya. Katanya tumor ganas,ö kata Rosalina. Selembar surat tertulis pemeriksaan patologi, dr.Suparman SpP.K, menyimpulkan sukar dipastikan jenis pastinya neurendocrine tumor. Rosalina menambahkan, benjolan terus membesar maka sejak Januari 2009, Roby tak sekolah lagi. Sehari-hari ia berada di rumah bermain dengan anak-anak seusianya dan nonton televisi. Makan dan minum masih seperti biasa, meski aktivitasnya tak seperti selama ia sehat dahulu. (ius/Pos Kupang)

Cari Solusi Untuk Flotim

KUPANG, PK -- Hasil terburuk perjuangan untuk mengubah jadwal Pemilu 9 April 2009, yakni setidaknya ada dispensasi dari Jakarta, khusus untuk Kabupaten Flotim, daerah dengan mayoritas pemilih beragama Katolik yang pada hari H pemilu harus merayakan Kamis Putih.Pekan ini, tim dari NTT, terdiri dari unsur Pemprop NTT dan para toko agama ke Jakarta untuk memperjuangkan itu ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, KPU, Mendagri dan DPR RI. Demikian kesepakatan yang diperoleh dalam rapat Gubernur NTT bersama tokoh agama dan unsur Muspida plus, di ruang kerja Gubernur NTT, Jumat (27/2/2009). Hasil pertemuan ini disampaikan kepada wartawan oleh Kepala Kesbangpol dan Linmas NTT. Drs. Flori Mekeng, usai mengikuti pertemuan tersebut.Menurut Mekeng, Gubernur Lebu Raya juga akan menyurati Presiden SBY, Ketua DPR, Agung Laksono, Mendagri Mardiyanto dan Ketua KPU, Abdul Hafiz Anshary, untuk meminta agar jadwal Pemilu di NTT ditinjau kembali karena bertepatan dengan Kamis Putih."Saya akan mengirim utusan ke Jakarta untuk membicarakan pelaksanaan pemilu legislatif yang bertepatan dengan hari raya keagamaan di daerah ini," kata Gubernur Lebu Raya yang ditemui terpisah, kemarin."Memang sudah ada keputusan KPU. Tetapi kami mengharapkan Presiden, Mendagri, Ketua DPR dapat meminta pertimbangan KPU untuk meninjau kembali keputusannya soal jadwa pemilu legislatif, khusus di NTT," katanya.Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Propinsi NTT, H. Abdul Kadir Makarim dan Ketua PHDI, Drs. I Gusti Made Kusuma usai mengikuti pertemuan dengan gubernur, kemarin, mengatakan, perlu ada kebijakan khusus KPU untuk waktu pelaksanaan Pemilu Legislatif di NTT karena bertepatan dengan Kamis Putih.Bagi umat Katolik, Kamis Putih dirayakan untuk mengenang perjamuan malam terakhir antara Yesus Kristus bersama murid-muridNya sebelum Dia wafat di kayu salib pada hari Jumat yang dikenang sebagai Jumat Agung. Bagi umat Katolik di Flotim, sudah menjadi tradisi keagamaan dimana rangkaian perayaan Paskah dimulai sejak hari Rabu (Rabu Trewa). Pada hari itu umat Katolik pergi ke gereja mengikuti perayaan misa dimana dalam perayaan tersebut Pastor memberi tanda abu pada kening setiap umat, lambang iman akan kisah penciptaan manusia oleh Tuhan. Manusia diciptakan dari tanah dan akan kembali menjadi tanah.Selanjutnya pada Kamis Putih dilakukan perayaan misa untuk mengenang perjamuan malam terakhir Yesus bersama ke-12 muridNya. Made Kusuma meminta semua warga NTT tetap menjaga situasi agar tetap kondusif. Gubernur, tokoh agama, KPUD dan DPRD NTT tetap memperhatikan aspirasi masyarakat NTT dengan menyurati KPU, Presiden dan DPR RI. "Minggu ini tim akan ke Jakarta untuk bertemu langsung DPR RI, Presiden dan KPU," kata Made Kusuma. Makarim menambahkan, KPU memang sudah memutuskan bahwa pelaksanaan pemilu legislatif tetap pada 9 April, namun masih ada ruang dan waktu bagi NTT untuk membicarakan persoalan tersebut dengan pemerintah pusat."Negara kita berazaskan Pancasila yang harus menghormati adanya perbedaan di negara ini. Saya yakin masih ada peluang bagi kita semua. Ayam yang sudah dipotong lehernya saja masih bisa bergerak kok," katanya.Flori Mekeng melanjutkan bahwa dirinya ditugaskan Gubernur Lebu Raya untuk memimpin tim NTT ke Jakarta guna memperjuangkan aspirasi masyarakat NTT."Saya diminta Pak Gubernur untuk memimpin tim tersebut ke Jakarta pada hari Minggu (1/3/2009) untuk membicarakan masalah pemilu legislatif di NTT yang bertepatan dengan Kamis Putih," katanya. (gem)

Selasa, 17 Februari 2009

Panas Bumi Atadei 71 MWe



LEWOLEBA, PK---Tim konsultan panas bumi, PT Nadia Karsa Amerta, memastikan potensi cadangan panas bumi (geothermal) Atadei di Desa Watuwawer, Kecamatan Atadei, Kabupaten Lembata mencapai 71 MWe. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ir. Purnomo Yusgiantoro, telah mengeluarkan surat keputusan penetapan wilayah kerja pertambangan (WKP) panas bumi Atadei untuk ditawarkan kepada investor."Potensi ini harus dieksploitasi supaya menghasilkan tenaga listrik panas bumi. Pemerintah daerah bisa mulai melakukan persiapan melelang potensi ini setelah Bupati Lembata menerima SK WKP dari Menteri ESDM di Jakarta," kata ketua tim konsultan, Munasir Amran, saat mempresentasikan potensi panas bumi Atadei kepada Bupati dan Wakil Bupati Lembata, Drs. Andreas Duli Manuk, Drs. Andreas Nula Liliweri, Ketua DPRD, Drs. Petrus Boliona Keraf, muspida, tokoh masyarakat dan LSM, Rabu (11/2/2009) malam, di Lopo Moting Lomblen.Keputusan Menteri ESDM tentang WKP Atadei tertuang dalam surat nomor 2966 K/30/MEN/2008 tanggal 30 Desember 2008 dan ditandatangami Menteri ESDM, Purnomo Yusgiantoro. Keputusan itu menyatakan, daerah Atadei seluas 31.200 ha ditetapkan sebagai WKP panas bumi. WKP ini dapat ditawarkan kepada badan usaha dengan melelang sesuai ketentuan perundangan. Pada hari Rabu pagi, tim konsultan dan staf panas bumi Menteri ESDM dan tim Pemkab Lembata memantau lokasi panas bumi di Watuwawer. Mereka menyaksikan dua sumur yang dibor enam tahun silam. Mereka juga melakukan dialog dengan warga tentang potensi panas bumi dan mendapatkan input dari warga.Munasir mengatakan, potensi panas bumi Atadei merupakan aset pemda dan masyarakat yang memberikan nilai tambah yang besar bagi pemerintah apabila diekspolitasi. Karena itu, potensi ini harus dilelang untuk menarik minat investor sebab harga listrik yang akan dijual sangat menjanjikan keuntungan.Menurut Munasir, apabila digarap 60 MWe, membutuhkan anggaran 260 miliar dolar AS atau sekitar Rp 2,6 triliun. Anggaran itu meliputi pemboran sumur, pembangunan infrastruktur, pengolahan limbah dan power plan. Meski proyek ini melewati tahapan panjang, Pemkab Lembata harus mulai menyiapkan diri membentuk peraturan daerah. Pemkab bisa melakukan studi banding ke Pemprop Jawa Barat yang telah membuat perda pengelolaan panas bumi ini.Potensi listrik panas bumi Atadei, kata Munasir, di atas perkiraan konsumsi listrik di Lembata. Kebutuhan masyarakat saat ini sekitar 5 MWe dan sisanya bisa dijual ke wilayah tetangga yang membutuhkan suplai listrik dan pemerintah bisa memperoleh pendapatannya.Munasir menyarankan investasi dilakukan bertahap sesuai kemampuan keuangan investor dan kebutuhan listrik. Namun kebutuhan listrik yang terus meningkat setiap waktu, investasi kelistrikan tidak akan rugi. Pengalaman di daerah lain di Indonesia yang telah mengeskpolitasi panas bumi, kebutuhan listrik rumah tangga dan industri terjamin serta usaha ekonomi tumbuh pesat. Dikatakannya, manfaat utama panas bumi selain menghasilkan listrik, sisa uap yang terbuang bisa digunakan untuk mengeringkan kopra, gula aren, penetasan telur ayam dan pemanasan ruangan di daerah dingin. Uap air bisa dimanfaatkan untuk kolam renang air panas dan kebutuhan lain disesuaikan dengan temperaturnya. Apakah ada dampak semburan lumpur dan air panas seperti PLTU Mataloko seperti yang dikhawatirkan Gabriel Mbulu, S.H, Kepala Kejaksaan Negeri Lewoleba? Munasir menegaskan beberapa proyek panas bumi yang ditangani pihaknya belum muncul dampak. Saat ini timnya diberi kewenangan oleh pemerintah mengawasi beberapa lapangan sumur panas bumi di Indonesia. Ia menyebut PLTU Kamojang yang telah beroperasi 25 tahun dan kini memasuki kontrak tahap II untuk 25 tahun mendatang.Sedangkan infrastruktur jalan raya ke lokasi panas bumi disampaikan Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Ir. Anton Senda, M.T.Munasir menyarankan pemda mulai membenahi infrastruktur jalan raya dari Lewoleba ke Watuwawer sejauh 32 km. Jalur jalan ini akan dilalui trailler dan truk besar untuk memobilisasi material pemboran sumur. "Seluruh peralatan eksploitasi seberat 250 ton. Tetapi tidak diangkut sekaligus tapi dipisah-pisah. Misalnya pipa stang, menara bor ukuran 36 meter dibagi tiga bagian masing-masing 3x12 meter diangkut menggunakan trailler dengan panjang 12 meter," katanya. *
Dua Sumur Gagal Produksi
TIM konsultan PT Nadia Karsa Amerta dan Subdit Panas Bumi Ditjen Pembinaan Pengusahaan Panas Bumi dan Air Tanah Departemen ESDM mengamati sumur eksplorasi Atadei I (AT I) dan Atadei II (AT II) di Kecamatan Atadei, Rabu (11/2/2009), menyimpulkan, dua sumur eksplorasi yang dibor tahun 2003-2005 tidak berfungsi menghasilkan uap panas. Sumur dibor dengan biaya APBN sekitar Rp 45 miliar ini mubazir dan tidak memberikan manfaat apa pun. "Kami tidak tahu persis program apa yang dilakukan tim waktu itu (Pusat Sumber Daya Geologi, dahulu Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral). Pengamatan kami, dua sumur eksplorasi ini sama sekali tidak berfungsi. Pada saat dibuka uapnya habis. Kami menyimpulkan pemboran belum sampai pada sasaran reservoar. Kalau hanya 800 meter, belum mencapai puncak sasaran," tandas ketua tim konsultan, Munasir Amran.Ia mengemukakan itu dalam presentasi hasil survai panas bumi Atadei, Rabu (11/2/2009) malam, kepada Bupati dan Wabup Lembata, Drs. Andreas Duli Manuk, dan Drs. Andereas Nula Liliweri, Ketua DPRD, Drs. Piter Boliona Keraf, serta para pimpinan dinas, tokoh masyarakat dan LSM. Temuan ini cukup mengejutkan. Pasalnya, pemboran dua sumur yang menghabiskan anggaran sekitar Rp 45 miliar semula akan memasuki tahapan eksploitasi setelah melewati beberapa tahun pengujian.Menurut Munasir, tidak berfungsinya dua sumur eksplorasi ini disebabkan beberapa faktor, seperti pemboran yang belum mencapai titik sasaran, puncak reservoir berada pada kedalaman 800-1.200 meter. Titik pemborannya tidak tepat, selain disebabkan faktor alam lainnya. "Untuk dapatkan uap panas yang sesungguhnya harus dibor di atas 1.200 meter. Maksimal 2.000-2.500 meter. Panas bumi di Dieng dibor sampai kedalaman 2.500 meter dan sumurnya berfungsi sampai saat ini. Waktu kami di lokasi tadi siang (Rabu, red), masyarakat desak agar difungsikan dulu tapi kami jelaskan dua sumur ini tidak berfungsi apa pun, " kata Munasir. Pemboran dua sumur ini baru mencapai batuan penudung (cap rock). Seyogyanya lebih dalam atau alternatif lain membor sumur baru di sekitar sumur yang ada saat ini. "Belum ketemu titiknya yang pas sehingga harus dibor titik yang baru lagi," katanya. Hana, staf Subdit Panas Bumi, membenarkan temuan soal tidak berfungsinya dua sumur eksplorasi ini. Temuan ini akan dilaporkan kepada pimpinannya di Jakarta. "Saya tidak tahu kenapa hanya dibor pada kedalaman 800 meter. Pemborannya tidak gagal, tapi sumurnya tidak memproduksi uap panas," kata Hana.Ditambahkan lagi, aset dua sumur yang tidak mempoduksi uap panas ini belum diketahui akan diapakan. "Apakah akan dikompenisasikan ketika akan dilanjutkan eksplorasi lanjutan, keputusannya ada di tingkat pimpinan," ujarnya. * (ius/Pos-Kupang.com)

Yakobus

Oleh Dion DB Putra
Setelah kami selesai membuang semua ulat dari tubuhnya, yang ia katakan dengan senyum ialah, "Ibu, saya akan pulang kepada Tuhan" - lalu ia mati.
IZINKAN beta menyapa saudaraku sesama warga kota "Kasih", Yakobus Anunut dan saudariku Maria Seran. Untukmu berdua kuucapkan turut berduka cita sedalam-dalamnya atas kepergiaan ananda tercinta, Limsa Setiana Katarina Anunut. Beta sedih dan prihatin, sama seperti banyak orang yang telah berempati dengan cara mereka masing-masing.Bung Kobus, perkenankan beta menyapamu seperti itu. Semoga bung tidak keberatan. Dukamu adalah dukaku juga. Duka sesama saudara kita yang teriris perih mendengarmu, melihatmu menggendong ananda Limsa dalam perjalanan pulang ke rumah di tengah rinai hujan. Hidup adalah tragedi. Hadapi itu, kata orang bijak bestari. Dan, Bung Kobus telah menghadapi itu dengan senyum. Dengan kepasrahan dan kasih demi Limsa. Luar biasa, beta sungguh bangga padamu. Terima kasih untuk pelajaran kasih seorang ayah. Beta mau belajar dari itu. Mau belajar tentang apa sesungguhnya makna KASIH yang sejak lama menjadi motto kota ini. Kota kita. Kupang, terbesar dan termegah di beranda Flobamora. Kupang, barometer dan pusat roda pemerintahan dan pembangunan. Pusat kekuasaan. Pusat pelayanan!Kebanggaanku lebih penuh mengingat sikapmu menghadapi apa yang disebut pelayanan publik. Bung Kobus tidak menghujat atau menghakimi. Tidak menyalahkan siapa pun. Seandainya beta menjadi Bung Kobus, mungkin akan marah. Bung tidak melakukan itu meski Bung Kobus memiliki hak yang sama dengan beta serta saudara-saudari kita yang lain di sini. Siapa jua yang mendengar bila bung marah? Bila bung menyebut Rp 30 miliar sebagai pendapatan rumah sakit rujukan di propinsi kita tahun 2008? Menyebut 75 persen dana kesehatan dari APBD kita tumpah di sana? Siapa yang peduli untuk struktur yang demikian rumit dan pelik ini? Siapa pula yang berani mengaku salah? Tiada gunanya menghujat. Toh akan sampai pada frase "tanggung jawab bersama", melempar dan berkelit. Panas sehari lalu diam bersama waktu berlalu. Bung Kobus, kukira bung menghayati hidup adalah perjuangan, maka terimalah itu. Perjuangan bung tiada tara. Dalam ketiadaan hartamu, ketiadaan tiga ratus ribu yang sama dengan tiga perempat upah bulananmu, bung tak patah semangat. Tuhan memberi kaki dan tangan. Bung menjejak bumi karang Kupang. Jalan!! Oh...ananda Limsa Setiana, berbanggalah pada ayahmu. Kasihnya untukmu lebih dari yang ananda bayangkan. Dia dan ibumu Maria tak pernah menghendaki kepergiaanmu yang begitu lekas. Dalam keterbatasan materi, mereka telah berusaha agar engkau sehat seperti anak-anak yang lain. Hidup adalah keberuntungan. Keberuntungan itu kiranya belum menjadi milik orang tuamu. Namun, mereka memandang hidup terlalu berharga. Mereka tidak ingin merusakkan itu. Miskin memang menyakitkan, tetapi Bung Kobus tidak meratapinya dengan cengeng.Bung Kobus, beta mulai kehilangan kata-kata untuk menyapamu lebih lanjut. Terlalu banyak yang hendak diungkap namun kata-kataku terbatas. Kata tak sanggup mengekspresikan seluruh pikiran dan perasaan. Sebelum pamit, beta mengutip untaian kata Ibu Teresa. Untaian kata Bunda Teresa tentang kasih sebelum kematiannya yang diratapi dunia 5 September 1997. Mereka yang miskin secara materi bisa menjadi orang yang indah. Pada suatu petang kami pergi keluar dan memungut empat orang dari jalan. Dan, salah satu dari mereka ada dalam kondisi yang sangat buruk. Saya memberitahu para suster : "Kalian merawat yang tiga; saya akan merawat orang itu yang kelihatan paling buruk."Maka saya melakukan untuk dia segala sesuatu yang dapat dilakukan, dengan kasih tentunya. Saya taruh dia di tempat tidur dan ia memegang tangan saya sementara ia hanya mengatakan satu kata : " Terima kasih" lalu ia meninggal.Saya tidak bisa tidak harus memeriksa hati nurani saya sendiri. Dan saya bertanya, " Apa yang akan saya katakan, seandainya saya menjadi dia?" Jawaban saya sederhana sekali. Saya mungkin berusaha mencari sedikit perhatian untuk diriku sendiri.Mungkin saya berkata, "Saya lapar, saya hampir mati, saya kedinginan, saya kesakitan, atau lainnya". Tetapi ia memberi saya jauh lebih banyak ia memberi saya ucapan syukur atas dasar kasih. Dan ia mati dengan senyum di wajahnya.Lalu ada seorang laki-laki yang kami pungut dari selokan, sebagian badannya sudah dimakan ulat, dan setelah kami bawa dia ke rumah perawatan ia hanya berkata, "Saya telah hidup seperti hewan di jalan, tetapi saya akan mati seperti malaikat, dikasihi dan dipedulikan." Lalu, setelah kami selesai membuang semua ulat dari tubuhnya, yang ia katakan dengan senyum ialah, "Ibu, saya akan pulang kepada Tuhan" - lalu ia mati.Begitu indah melihat orang yang dengan jiwa besar tidak mempersalahkan siapapun, tidak membandingkan dirinya dengan orang lain. Seperti malaikat, inilah jiwa yang besar dari orang-orang yang kaya secara rohani sedangkan miskin secara materi. Jangan kecil hati Bung Kobus. Kukira ananda Limsa Setiana meninggal dengan senyum di wajah mungilnya. Meninggal dalam buaian kasih sang ayah yang amat mencintainya. Bung Kobus dan Ibu Maria, Limsa tidak pernah pergi. Dia hanya pulang ke rumah Bapanya. Pulang ke "rumah" yang kita semua rindukan. Putri kecil, beristirahatlah dalam damai. (dionbata@poskupang.co.id)

Rabu, 11 Februari 2009

Sastra NTT dan Politik Publikasi

(Catatan Buat Yoseph Lagadoni Herin)
Oleh Bara Pattyradja

Penyair, anggota Forum Acedemia NTT, lahir di Lamahala, Flores Timur, 12 April-1983. Antologi puisi tunggalnya, Republik Iblis (Yogyakarta, 2006). Bermukim di Kota Kupang sembari mengasuh Sanggar Rumah Poetica.
SAYA menyambut baik gagasan genuine Yoseph Lagadoni Herin yang tertuang lewat esainya, "Sastra NTT Tak Pernah Mati" di harian Pos Kupang edisi 06/01/2009. Yang paling pertama menyentuh hati saya adalah respeknya yang sungguh-sungguh terhadap masa depan kehidupan sastra di NTT. Ia seorang wakil bupati yang setahu saya lebih tulus mencintai puisi dari pada politik. Sulit rasanya mencari sosok pemimpin yang benar-benar peduli pada pembangunan alam batin masyarakatnya, di tengah aras pembangunan bangsa yang oportunistik, pembangunan yang menghamba pada materi, pembangunan yang tidak punya keberpihakan sama sekali pada dimensi immaterial kemanusiaan kita! Bagi saya optimisme yang ditanamkan oleh Yoseph Lagadoni Herin tersebut merupakan suatu hal yang mengagumkan. Yoseph Lagadoni Herin, lewat esainya, hendak memberi wangsit, atau meneguhkan sebuah warta sederhana kepada publik pembaca di Nusa Nipah ini, bahwa meskipun sastra NTT kadang ngungun, kadang tersisih, dan tak lekas mencapai pusat, namun sastra NTT masih memiliki 'beribu nyawa' untuk bertahan hidup! Saya menemukan tiga ikhwal dasar yang cukup strategis yang turut memengaruhi denyut kehidupan sastra di NTT dari uraiannya tersebut. Ketiga ikhwal inilah yang akan saya soroti lebih jauh melalui tulisan ini. Pertama, politik publikasi. Kedua, tradisi kreatif. Ketiga, peran pemerintah daerah dalam mendorong agenda-agenda kebudayaan. Jika tiga ikhwal ini dapat ditata secara baik, terutama oleh pemerintah daerah dan para penggiat sastra, ke depan, menurut hemat saya, dinamika kehidupan sastra di NTT akan jauh lebih semarak dan produktif. Politik Publikasi Sebuah karya sastra, sebagus apa pun kualitasnya, tidak akan pernah populer jika tidak didukung oleh publikasi yang masif. Kisah kepenyairan Eksoda merupakan gambaran tragik tentang minimnya ruang publikasi sehingga karya-karya Eksoda yang bernas tidak dapat diakses oleh publik pembaca yang lebih luas. Ada sebuah pernyataan menarik yang termaktub dalam esai Yoseph Lagadoni Herin yang hendak saya kutip disini, "Jika ingin dikenal dalam dunia sastra Indonesia, harus berani keluar NTT, diekspos di media nasional. NTT terlalu jauh dari Jakarta, Pos Kupang terlalu kecil untuk Indonesia." Pernyataan ini menegaskan pentingnya publikasi, sekaligus secara geo-politik seolah mengukuhkan Jakarta sebagai satu-satunya imperium media yang memiliki otoritas absolut dalam menentukan nasib sebuah karya sastra. Saya kira di sinilah letak soalnya. Ada tautan relasional antara media dan kekuasaan. Oleh karena itu, sastrawan NTT, di samping terus berupaya mengasah kematangannya dalam berkarya, menurut saya, sangat penting juga memperluas radius pergaulannya dengan berbagai sastrawan yang ada di seluruh pelosok Nusantara. Akses terhadap wacana dan jaringan perlu dibuka seluas-luasnya, agar sastrawan NTT juga memiliki kemungkinan yang jauh lebih besar untuk mempublikasikan karya-karyanya di panggung kesusastraan nasional. Sudah waktunya bagi sastrawan NTT membangun kepercayaan diri guna mengatasi oposisi binner antara yang pusat dan yang lokal. Tradisi Kreatif Sebuah kota tidak hanya menyediakan pusat perbelanjaan, tapi juga mengemas dirinya menjadi etalase kebudayaan. Yogyakarta sebagai misal. Di mal, di angkringan, di kafe, di pelataran Malioboro, tak jarang kita melihat sekelompok orang duduk minum kopi sambil diskusi. Mereka berbicara tema apa saja, mulai dari sastra, filsafat, politik, hingga soal bagaimana caranya agar ayam bakar dari Solo bisa mengalahkan ayam bakar dari Amerika. Mereka datang dari kalangan yang berbeda-beda, tukang becak, mahasiswa, seniman, dosen, pedagang dan seterusnya. Di NTT, tradisi seperti ini belum terbentuk. Kalaupun ada, ruang lingkupnya masih sangat terbatas. Tradisi yang lebih rajin muncul di NTT secara umum justru adalah tradisi hedonisme, mass cultural. Naik kendaraan umum di Kota Kupang, contohnya, jantung kita seperti ditumbuk-tumbuk karena suara musiknya terlalu keras. Kota Kupang seperti kota musik, tapi tidak punya industri musik yang profesional. Ini momok dalam bidang kebudayaan. Berdirinya beberapa komunitas sastra di NTT, saya pikir, merupakan modal kultural yang signifikan untuk membentuk dan memperkuat tradisi kreatif yang saya contohkan di atas. Persolannya mau tidak kita membuka diri untuk melakukan dialog kebudayaan secara lebih luas. Kita butuh platform dasar untuk mendorong kehidupan bersastra di NTT agar memiliki bias secara nasional. Peran Pemerintah Daerah Jika kita telaah secara kritis, peran pemerintah daerah pada sejarah personal kepenyairan beberapa sastrawan Indonesia terkemuka yang berasal dari NTT, maka kita diperhadapkan pada sebuah situasi historis yang paradoks. Umbu Landu Paranggi, misalkan, secara administratif dan genetik memang mempunyai ikatan darah dengan NTT, karena ia orang Sumba. Tapi bagaimana ia menempah dirinya menjadi penyair, itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan NTT. Umbu Landu Paranggi mungkin saja tidak akan menjadi penyair besar jika ia tidak keluar dari NTT, pergi mengembara ke Yogyakarta. Meskipun di kemudian hari eksotisme alam Sumba hadir secara liris dalam puisi-puisi Umbu Landu Paranggi, hal itu tak berarti bahwa Sumba telah melahirkan seorang penyair besar. Tidak! Sumba atau pun NTT tidak memiliki andil apa-apa untuk membesarkan Umbu Landu Paranggi di dunia kepenyairan. Umbu Landu Paranggi dibesarkan oleh Persada Studi Klub di Kota Gudeg dan Sanggar Minum Kopi di Pulau Dewata. Satu contoh kasus ini saja bagi saya sudah cukup mencerminkan betapa rapuhnya strategi kebudayaan yang dibangun Pemerintah NTT, sehingga untuk menjadi penyair saja masyarakat NTT harus berimigrasi ke kota lain. Berbicara soal dukungan pemerintah daerah dalam mensuport agenda-agenda kebudayaan, saya secara pribadi juga pernah mengalami perlakuan buruk bersama tiga orang kawan penggiat sastra. Pengalaman buruk ini kami alami saat sanggar kami terpilih untuk mewakili sastrawan NTT guna menghadiri Forum Temu Sastrawan Mitra Praja Utama, di Lembang, Bandung, Jawa Barat, pada tanggal 2-4 November 2008 silam. Untuk kegiatan tersebut, Pemerintah Provinsi NTT hanya membekali uang saku lima ratus ribu rupiah untuk kami berempat. Ini tentu saja merupakan dukungan yang tidak logis, padahal kegiatan ini diselenggarakan secara resmi oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat berdasarkan kesepakatan dan kerja sama sepuluh provinsi, dan NTT termasuk provinsi yang turut ambil bagian dalam kesepakatan tersebut. Jika tabiat seperti ini tidak diperbaiki oleh pemerintah, lambat laun kehidupan kebudayaan di NTT akan mengalami kelumpuhan. Maju dan tidaknya sebuah peradaban tidak diukur berdasarkan bangunan yang megah, tapi diukur dari kemajuan literer sebuah bangsa. Peradaban tidak akan pernah lahir bila tidak mengenal budaya teks. Dan sastra, dalam peradaban mana pun, adalah satu-satunya benteng pertahanan terakhir yang menjaga hidup matinya tradisi teks ini. Jadi menurut saya, satu hal yang tak kalah penting yang juga perlu diperhatikan oleh Pemerintah NTT dalam mendorong kehidupan kebudayaan, lebih khusus lagi kehidupan sastra di NTT, adalah memasukkan kesenian, lebih khusus lagi (seni sastra) secara eksplisit ke dalam konstitusi. *

Pengadilan Adat Tobung Tahik : Kearifan Lokal Yang Terlupakan

Oleh : John Mamun Sabaleku
Pada liburan sekolah bulan Juli tahun lalu, saya dan anak pertama saya Stefania Sabaleku, pulang ke kampung halamanku di Desa Waowala, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata. Desa ku dulu adalah sebuah sub kampong (Rian) yang datar (Ebak) sehingga oleh warga setempat menyebutnya dengan nama Rian Ebak. Sub kampung ini merupakan bagian dari kampung besar kami bernama Lewotolok yang letaknya di kaki Gunung Ile Ape. Nama Waowala muncul setelah berpisah dari Lewotolok sebagai sebuah desa gaya baru sampai sekarang sampai saat ini.
Sehari setelah tiba di kampung, saya mendapat banyak kunjungan dari keluarga besar saya.Salah satunya adalah Bapak Matias Jeraman Sabaleku, yang kocak dengan selerah humor yang tinggi. Selain itu hadir pula beberapa keponakan saya. Pertemuan ini, sebagai pelepas rindu dan menanyakan kabar saya di tanah rantau sekaligus berbagai ceritra tentang kehidupan mereka di kampung. Maklum sudah sekian lama kami tidak bersua muka.
Pagi itu, sambil temani secangkir kopi dan jagung titi di campur kacang tanah goreng di hadapan kami, banyak ceritra mengalir, mulai dari masalah pribadi kami, politik, ekonomi, kahasanah budaya setempat serta hal-hal lain yang menarik untuk di bicarakan. Saya sebagai pendengar setia dan memberikan pendapat sesuai dengan pengetahuan saya yang didapat dari membaca Koran, buku dan interaksi saya dengan banyak kolega di tanah rantau.
Salah satu obrolan kami yang menarik dan menghentak kesadaran saya adalah, tentang khasanah budaya setempat yang pernah hidup dan dipraktekan dalam pergaulan social warga kampung kami pada waktu lampau untuk menata harmonisasi kehidupan mereka. Khasanah budaya yang dimaksud adalah pengadilan adat tobung tahik (istilah lamaholot) yang artinya “menengelamkan diri didalam laut dalam posisi duduk untuk membuktikan kesalahan” bagi orang yang divonis bersalah melanggar norma-norma kehidupan yang dianut warga setempat.
Menurut Bapak Jeraman, nara sumber kami, yang hidup sekitar 65-an tahun lalu mengatakan, banyak warga yang diadili dengan mekanisme pengadilan adat ini, adalah mereka yang melakukan tindakan pencurian dan perbuatan asusila, namun tidak mau mengakui perbuatannya. Korupsi ? pada saat itu orang kami belum tahu korupsi bung!. Sehingga untuk membuktikan apakah mereka bersalah atau tidak dilakukan melalui pengadilan adat, yang hasil diketahui langsung oleh warga masyarakat pada saat itu juga.
Selanjunya Bapak Jeraman menuturkan, disebuah sub kampung terjadi kehilangan ayam peliharaan secara terus menerus. Namun sialnya oknum pencuri itu tersebut tidak pernah tertangkap tangan. Karena ada riwayat sebagai pencuri dan berdekatan dengan lokasi pencurian, oknum warga kampung itu divonis oleh pemilik ayam sebagai pelaku pencurian.Namun oknum warga itu tidak mau mengakui perbuatannya. Dia mati-matian menolak vonis tersebut. Maka pemilik ayam tersebut menantang dia melakukan Tobung Tahik untuk membuktikan apakah dia adalah pencuri ayam atau tidak.
Maka difasilitasi oleh tua-tua adat, keduanya melakukan pengadilan adat tersebut dengan disaksikan oleh seluruh warga kampung. Didahului dengan seremoni adat untuk meminta restu dari lera wulan tanah ekan (Tuhan Yang Maha Esa) dan leluhur oleh pemangku adat di kampungku, si tertuduh dan pemilik ayam diarak oleh oleh warga kampung menuju pantai. Setelah sampai di pantai, keduanya diantar dengan sampan (perahu kecil) ke tengah laut yang agak dalam kira-kira tiga sampai empat depa tangan orang dewasa, kedua orang itu dilepas kedalam laut dengan batu sebagai pemberat dalam posisi duduk dengan kaki menjulur.
Aturan mainnya, siapa yang mengapung terlebih dahulu ke permukaan laut, entah hidup atau mati, maka dia tidak bersalah dalam kasus tersebut. Menurut Jeraman, sang nara sumber kami, mengatakan didalam laut, para penghuni laut seperti ikan, kepiting, dan sejenisnya sebagai pengadil terhadap siapa yang bersalah melakukan perbuatan menyimpang tersebut. Hal itu dilakukan dengan cara menggigit bibir, muka, mata bahkan mematikan orang yang bersalah dalam sebuah kasus. Temutu nepi apadikenen ama, ata ayakan rasaro helo temutu nepi kae (ceritra benar ini benar anak, ada banyak orang yang merasakan hukuman seperti ini).
Warga yang menyaksikan di tepi pantai menyaksikan pengadilan tersebut dengan hati yang berdebar dan tanda tanya. Siapakah yang salah dalam pengadilan ini ? Beberapa saat kemudian ada seseorang yang mengapung terlebih dahulu di permukaan laut. Setelah di lihat secara saksama, ternyata yang mengapung duluan adalah oknum yang dituduh mencuri tersebut. Maka dengan demikian terbuktilah sudah siapa yang melakukan pencurian ayam selama ini.
Tradisi ini barangkali ada atau mirip juga di kampung lain. Tetapi itulah tradisi yang pernah hidup dan berkembang di kampungku tempo doeloe. Namun kearifan lokal ini sudah lama sirna karena ditinggalkan oleh pemakai budayanya sejak hegemoni hukum posistif menguasai negara ini, dengan hadirnya polisi, jaksa, dan hakim disetiap tingkatan lembaga hukum, beserta regulasinya seperti KUHP dan KUHAP.
Dari ceritra Bapak Jeraman ini ada beberapa manfaat yang dipetik dari khasanah budaya ini. Pertama, mencari keadilan dengan hukuman model ini, sangat efektif memberikan efek jera terhadap pelaku. Karenan semua mata warga menyoroti seorang pencuri atau pelanggar norma lain sebagai seorang pencuri diamanapun dia berada. Bahkan yang bersangkutan menanggung aib itu sampai mati. Sementara yang terbukti tidak bersalah di pulihkan nama baiknya sesuai dengan ketentuan adat yang berlaku sebagai legitmasi bahwa ia memang bukan seorang pencuri dihadapan warga kampungku.
Kedua, pengadilan model ini juga jauh dari intrik rekayasa pasal hukum karena dasarnya adalah hukum adat dan kearifan yang tumbuh dikampungku, bukan KUHP atau KUHAP. Sehingga tidak ada multi tafsir terhadap pasal-pasal hukum oleh pembela, polisi, jaksa, hakim dalam menanggani sebuah kasus. Yang ada adalah penafsiran tunggal terhadap perbuatan orang itu, yakni bersalah atau tidak bersalah.
Ketiga, Sebelum wacana pembuktian terbalik (praduga bersalah) digulirkan akhir-akhir ini, pada beberapa kasus tertentu oleh para intelektual kita, hal ini sudah diterapkan oleh warga kampungku pada waktu yang lampau. Karena asas yang belaku dalam pengadilan adat tobung tahik di kampungku adalah asas praduga bersalah (pembuktian terbalik) bukan praduga tak bersalah seperti yang berlaku dalam hukum posistif dari dulu sampai saat ini. Sehingga siapa saja yang yang di vonis bersalah silakan membuktikan bahwa dia tidak bersalah denngan cara Tobung Tahik.
Teringat saya akan maraknya kasus-kasus korupsi di daerah ini dan kasus-kasus lain, dengan penanganan dan cara kerja yang berbelit-belit, saya lalu melontarkan pertanyaan kepada bapa Jeraman “ Ama, temutu nepi tite bisa terapkan te ata kewasan belen yang rekan doit ribu ratu nole kayak raen uka mela e, ama. (Bapa ceritra ini kalau diterapkan di pejabat yang korupsi uang rakyat berati bagus to bapa). Dia mengatakan memang betul sangat bisa anak, tetapi apakah kita punya kekuatan untuk mempengaruhi sistem yang mapan seperti ini. Beng tabe aku ama, alang titen ata dengeng hala (Mau bagaimana lagi bapa, suara kita tidak didengar), ujar saya.
Pasalnya dengan cara kerja yang berbelit-belit, pada akhirnya orang yang bersalah bisa lolos karena kasih uang habis perkara (KUHP) atau pemutarbalikan terhadap pasal hukum. Maka melalui tulisan ini saya minta dengan hormat, kearifan budaya lokal yang penah ada dan sudah ditinggalkan perlu menjadi permenungan kita untuk mengatasi persoalan korupsi yang melilit kita di bumi Flobamora ini. Karena uang yang di datangkan atas nama rakyat sudah terlalu banyak yang di korup untuk kepentingan pribadi dan golongan mereka.*

Minggu, 08 Februari 2009

Sarabiti Kecam Kejari Lewoleba

Laporan Sipiri Seko

LEWOLEBA, PK -- Anggota DPRD Kabupaten Lembata, Haji Hidayatullah Sarabiti mengecam Kejaksaan Negeri (Kejari) Lewoleba dengan tudingan tidak tahu aturan dalam pengusutan kasus dugaan korupsi di DPRD Lembata periode 1999-2004. Pasalnya, semua item tudingan yang dikenakan pada mereka sudah ditetapkan dalam APBD melalui peraturan daerah (Perda). "Minta maaf Pak Kajari, karena saya mau katakan bahwa Kejaksaan Negeri Lewoleba sangat goblok dan tidak tahu aturan. Perda yang ditetapkan itu sampai saat ini tidak pernah dibatalkan oleh gubernur atau menteri, sehingga sebenarnya apa kesalahan kami. Kalau memang salah, seharusnya perda tersebut dibatalkan, tapi Kejaksaan Negeri di Lewoleba aneh bin ajaib tetap mengatakan itu salah. Saya pikir ini penerapan hukum di Lewoleba paling aneh di republik ini."Hidayatullah Sarabiti mengatakan hal tersebut dalam dialog dengan Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya, di Lewoleba, Kamis (5/2/2009). Dialog yang dipandu Sekab Lembata, Petrus Toda Atawolo, M.Si, itu dihadiri Bupati Lembata, Drs. Andrea Duli Manuk, unsur Muspida Lembata, anggota DPRD, pimpinan dan staf SKPD, tokoh masyarakat, tokoh agama dan pers. Sarabiti yang terlihat seperti kehilangan kontrol terus menyampaikan keheranannya terhadap proses hukum yang membuatnya bersama mantan Ketua DPRD Lembata, Drs. Philipus Riberu ditahan di tahanan Polres Lembata. Pernyataan yang dilontarkan Sarabiti tersebut membuat beberapa anggota Dewan segera memberikan isyarat kepada Petrus Toda Atawolo untuk menghentikannya. Meski berhasil dihentikan, namun Sarabiti yang berdiri tepat di belakang Kajari Lewoleba, Gabriel Mbulu, S.H, terlihat sangat tidak puas. Terkait pernyataan tersebut, Kajari Gabriel Mbulu yang ditemui usai dialog mengatakan, tidak ingin berpolemik. Meski demikian, Mbulu mengaku pernyataan Sarabiti itu akan dilaporkan kepada atasannya. "Saya tidak mau ini jadi polemik. Kita serahkan saja pada proses hukum yang sedang berlangsung. Pernyataan Sarabiti tidak menyerang pribadi tapi institusi. Saya akan sampaikan ke pimpinan kejaksaan," kata Gabriel. (eko/ius)

Dishub NTT Hentikan Pelayaran

KUPANG, PK -- Dinas Perhubungan (Dishub) Propinsi NTT meminta semua operator pelayaran terutama kapal perintis di wilayah perairan NTT untuk menghentikan sementara pelayaran di semua lintasan di perairan NTT. Permintaan penghentian ini dilakukan karena kondisi perairan di NTT yang makin memburuk. Demikian dikatakan Kepala Dishub NTT, Ir. Hary Teofilus kepada Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya dan wartawan di Bandara El Tari Kupang, Sabtu (7/2/2009)."Saya sudah minta ASDP dan operator pelayaran untuk menghentikan pelayaran. Kondisi perairan di NTT saat memang sedang sangat buruk, sehingga untuk mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan, sebaiknya pelayaran dihentikan sampai cuaca kembali normal," ujarnya.Perintah penghentian pelayaran ini, kata Hary, mendapat respon dari berbagai pihak dimana ada yang mendukung, namun ada juga yang mengecamnya. "Ada calon-calon penumpang terutama yang hendak ke Rote mengikuti pelantikan bupati protes ke saya. Saya memahami mereka, namun perintah penghentian pelayaran harus dilakukan demi kepentingan banyak orang. Saya sarankan kepada mereka yang hendak ke Rote hanya untuk menghadiri pelantikan bupati untuk berpikir matang, kalau memang tidak begitu penting," ujarnya.Sesuai prakiraan dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kupang, hari ini, Senin (9/2/2009), gelombang di perairan NTT bisa mencapai lima meter atau lebih. Sesuai rekomendasi BMG, kondisi ini sangat berbahaya untuk semua jenis kapal.Perintah penghentian sementara pelayaran tersebut direspon sangat positif oleh Gubernur Lebu Raya. "Yang lantik Bupati dan Wakil Bupati Rote Ndao kan gubernur, jadi kalau ada masyarakat ke sana hanya untuk menonton, sebaiknya pikir matang karena cuaca memang buruk. Untuk tujuan lainnya juga harus demikian," kata Lebu Raya.Pendapat itu dikemukakan Lebu Raya terkait pengalamannya dihantam gelombang besar setinggi enam meter lebih di perairan Larantuka, Flores Timur, Jumat (6/2/2009). Gubernur Lebu Raya yang berlayar menuju Larantuka, setelah melakukan kunjungan di Lembata dan Adonara diterjang badai saat berada di atas perahu motor "Tri Sakti". Selama sekitar dua jam, Gubernur bersama rombongan berada di tengah badai, namun akhirnya selamat tiba di pelabuhan Larantuka.Selepas mengunjungi para petani dan sejumlah koperasi di Flores Timur, Gubernur Lebu Raya dan rombongan langsung melanjutkan safari ke Kabupaten Sikka melalui jalan darat. Dalam perjalanan dari Larantuka menuju Maumere, ibukota Kabupaten Sikka, tampak pohon-pohon bertumbangan menutupi badan jalan akibat angin kencang yang disertai hujan lebat. Penduduk desa yang berada di sekitar lokasi tumbangnya pohon dan patahnya dahan pepohonan langsung membersihkan rintangan tersebut selebar ukuran kendaraan roda empat.Kendaraan yang ditumpangi gubernur dan rombongan harus berjalan perlahan dan penuh hati-hati melewati rintangan tersebut. Kecepatan maksimal kendaraan selama perjalanan adalah 50 km/jam.Potensi Banjir Terkait curah hujan di NTT, BMKG Kupang memprediksikan potensi akan terjadinya banjir di beberapa wilayah NTT dalam satu minggu ke depan. Daerah-daerah seperti Kabupaen Kupang, TTS dan Belu memiliki potensi yang sangat tinggi sedangkan Alor, Flores Timur, Manggarai dan Sikka berpotensi sedang.Di Kabupaten Kupang, potensi banjir bisa terjadi di Kecamatan Kupang Tengah. Di Belu, banjir bisa terjadi di Kecamatan Malaka Barat dan Malaka Tengah sedangkan di TTS bisa terjadi di Kecamatan Amanuban Barat. Di Alor, ancaman banjir terjadi di Kecamatan Alor Barat Daya, Alor Barat Laut, Alor Selatan, Alor Timur dan Pantar. Di Sikka banjir bisa terjadi di Kecamatan Kewapante, Maumere dan Paga sedangkan di Flores Timur di Kecamatan Larantuka. (eko)

Kamis, 05 Februari 2009

Ribuan TKI di Malaysia Terancam PHK

JAKARTA, PK - Sebanyak 100 ribu Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia mungkin akan pulang lebih awal dari kontraknya semula karena terancam pemutusan hubungan kerja (PHK) menyusul krisis global yang menekan dunia usaha di Malaysia.Namun, menurut Menakertrans Erman Suparno dalam siaran persnya, Jumat, jumlah 100 ribu TKI yang akan dipulangkan itu masih angka prediksi. Saat ini sekitar 300 ribu orang TKI berkerja di sektor manufaktur Malaysia."Jumlah tersebut bisa berubah, tergantung pada jadwal dan kondisi masing-masing perusahaan," kata Erman.Dalam pertemuan Dubes RI untuk Malaysia dengan Asosiasi Manufaktur Malaysia, terungkap bahwa sebanyak 100 ribu TKI pada industri manufaktur sangat mungkin terpaksa dipulangkan ke Indonesia.Keputusan itu dilakukan mengingat krisis global telah menekan ekonomi Malaysia dimana permintaan barang produksi turun 30-35%. Prediksi ini pernah disampaikan Menteri Sumber Daya Manusia Malaysia kepada Menakertrans.Faktanya, lanjut Erman, pemerintah telah dilapori bahwa sekitar 10 ribu TKI yang bekerja pada sektor tersebut telah diPHK dan mereka sudah dipulangkan ke Indonesia secara bertahap.Indonesia sejauh ini berhasil menegosiasikan hak-hak TK yang diPHK dipenuhi perusahaan, bahkan perusahaan Malaysia bisa membantu biaya transportasi mereka untuk kembali ke tanah air."Depnakertrans terus berkoordinasi dengan Departemen Luar Negeri dan Dubes RI untuk Malaysia untuk mengantisipasi dan merespons pemulangan tersebut," kata Erman. (antara news)

Survei Puskaptis: Demokrat di Bawah Golkar, PDI-P Teratas

Jakarta, PK -- Siapa partai politik yang bakal menjadi pemenang dalam Pemilu legislatif mendatang, baru akan terbukti setelah penghitungan suara sah April nanti. Namun, berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Pusat Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis), PDI Perjuangan berada di urutan teratas, disusul Partai Golkar dan Partai Demokrat.PDI Perjuangan, dalam survei ini, mendapat dukungan 23.75 responden. Partai Golkar 20.48 responden, Partai Demokrat 19.10 persen. Yang lain, PKS 9.81 responden, PAN 2.75 responden, Gerindra 2.41 responden, Hanura 3.10 responden, PDS 1.20 responden, PKS 0.52, PPP 0.86, PBR 0.17, PBB 0.17 sementara partai lainnya hanya 3.10 persen responden.Keunggulan PDI Perjuangan dalam survei ini terjadi karena banyak konstituennya yang tidak puas dengan kinerja SBY--JK. Banyak kader PDIP yang sempat mampir mendukung SBY--JK pada Pilpres 2004 lalu balik kandang. Sementara keunggulan Golkar karena sekarang mesin politiknya sudah berjalan dari pada Partai Demokrat," kata Direktur Puskaptis Husin Yazid kepada wartawan, Kamis (5/2)."Selain itu, publik yang menyatakan puas dengan pemerintahan SBY--JK, dukungannya mulai terpecah. Ada yang masuk ke Golkar, ada juga yang masuk ke Demokrat," jelas Yazid.Survei Puskaptis tentang persepsi publik Pemilu 2009 merupakan yang ketiga kalinya. Survei terakhir dilakukan bulan November 2008. Survei Puskaptis kali ini dilaksanakan 19 -31 Januari 2009. Pusakaptis menggunakan metode survei startifield random sampling dengan margin error 3-5% dan tingkat keyakinan sebesar 95 persen.Survei itu pun melibatkan 2.118 responden yang tersebar di 33 provinsi, 132 kecamatan dan 660 kecamatan di seluruh Indonesia. Survei dilakukan menggunakan metode wawancara tatap muka dan menyebarkan instrumen kuesioner kepada seluruh responden.(Persda Network/yat)

ICW-Fitra Tuding KPU Lakukan Pemborosan 68 Miliar

JAKARTA, PK -- Indonesia coruption watch (ICW) dan Fitra mensinyalir banyak pemborosan anggaran yang dilakukan komisi pemilihan umum (KPU) tahun 2009 ini sebesar Rp 68 Miliar. Ini dilakukan panitia penyelenggara pesta demokrasi ini, karena ada sejumlah kegiatan yang seharusnya tidak dianggarkan, tapi tetap dimasukkan.Hal itu disampaikan koordinator bidang politik dan anggaran sekretariat nasional Forum Indonesia untuk Transparansi anggaran (Fitra) Roy Salam dan ICW yang menggelar jumpa pers di ruang media centre KPU, Kamis (5/2) kemarin. Diapun mencontohkan anggaran pemutakhiran daftar pemilih sebesar Rp 2,35 Miliar yang semestinya tidak dianggarakan lantaran daftar tersebut sudah dimutakhirkan Oktober 2008 lalu."Itu salah satu contoh temuan dan yang kami anggap sebagai bentuk keborosan yang dilakukan KPU. Uang Rp 2,35 Miliar itu tidak sedikit, apalagi dalam kondisi seperti ini," terangnya.Selain melakukan pemborosan anggaran, juga ditemukan banyak kejanggalan anggaran yang disusun KPU. Seperti anggaran fasilitas kampanye pemilu legislatif sebesar Rp 1,7 Miliar. Karena tidak disertai penjelasan fasilitas kampanye yang dimaksud.Sementara itu, koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch, Adnan Topan Husodo menambahkan, KPU juga menganggarkan untuk sosialisasi tahapan pemilu Rp 12,9 miliar. Namun, sebesar Rp 1,9 miliar tersebut untuk honorarium."Seharusnya, anggota KPU yang melakukan tugas keluar itu tidak perlu ada tambahan biaya lagi. Itu sudah termasuk bagian dari tugas mereka sebagai anggota KPU yang diberi gaji dan tunjangan," katanya.Selain itu menurut Adnan, juga terdapat kegiatan yang rancu dan bisa tumpang tindih kegiatan. Dia pun mencontohkan, tentang kegiatan supervisi pengadaan barang dan jasa serta peralatan logistik senilai Rp 9,8 miliar dan kegiatan penyusunan biaya kemahalan distribusi daerah terisolir senilai Rp 2,5 miliar.Kemudian, juga tentang supervisi dan monitoring proses pengadaan dalam upaya pencegahan terjadinya penyimpangan dana pemilu. Kegiatan tersebut, menurutnya memiliki tugas dan fungsi yang hampir sama. Namun, dalam rancangan anggaran tersebut tidak dijelaskan secara rinci."Sehingga, dari beberapa mata anggaran tersebut dapat dirampingkan sekitar Rp 68,17 miliar dari Rp 13,5 triliun anggaran yang dibuat KPU untuk Pemilu 2009," tegasnya.(Persda Network/coi)

Romo Yos Gowin Meninggal

* "Dia bekerja sampai habis”

KEPERGIAN Romo Yoseph Gowin Bataona, Pr, Rabu (4/2/2009), pukul 09.15 Wita, di RSUD Lewoleba meninggalkan duka sangat mendalam di hati umat Keuskukupan Larantuka, khususnya umat Paroki St.Maria Banneux Lewoleba. Tak banyak umat mengetahui kepergiannya. Pelepasan jenazahnya menuju kampung asalnya di Lamalera, Kecematan Wulandoni, juga tak dihadiri banyak umat. Pastor kelahiran Meluwiting, Kedang, 18 Maret 1939 telah berkarya sekitar 40 tahun. Ia sudah memberi banyak selama hidupnya kepada umat. Dia pekerja profesional, mendarmabaktikan pengetahuan, pengalaman dan kemampuannya.Pastor Deken Lembata, Romo Sinyo da Gomez, Pr, pada acara pelepasan jenazah menyatakan, RomoYos bekerja sampai batas usianya. Kata Pater Yan Prasong, SVD, dalam kotbah misa tadi malam (Rabu malam, Red), Romo Yos bekerja sampai habis. Dia bekerja sampai batas usianya. Seluruh pengabdiannya untuk umat dalam perkembangan gereja lokal di Keuskupan Larantuka,” kata Romo Sinyo menahan haru.Romo Sinyo mengatakan, jasa Romo Yos membina pertumbuhan gereja lokal sangat besar dan telah dirasakan manfaatnya. Dia merupakan pastor senior di Keuskupan Larantuka yang berkarya sejak berdirinya keuskupan ini. Dia merupakan tokoh gereja lokal yang mengabdikan seluruh tenaga dan pikirannya untuk umat. Uskup Larantuka, Mgr. Frans Kopong Kung, Pr, menegaskan, jenazahnya harus dikuburkan di pekuburan para imam di Larantuka, tetapi keluarga meminta jenzahnya dikuburkan di kampung Lamalera.Predikat pekerja keras tampak dalam kesehariannya. Romo Yos tak banyak bicara. Waktu, tenaga, pikiran dan semua kemampuannya dicurahkan pada rutinitasnya. Orang-orang dekat sekalipun tak banyak yang tahu, anak kedua dari tujuh bersaudara ini pernah dianugerahi status Prelat dengan gelar Monsigneur (Mgr) oleh Paus Yohanes Paulus II dan ditandatangani Sekretaris Negara Vatikan, Kardinal Agustino Casseroli, tanggal 25 Juli 1986. Itu terjadi karena alumnus Universitas Salesian Roma ini tak pernah menceritakannya. Dalam benaknya, biarlah suatu waktu umatku akan mengetahuinya sendiri. Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya, bersama rombongannya ke Lembata sebelum memulai kunjungan kerja bersama Bupati Lembata, Drs.Andreas Duli Manuk, mendahului aktivitasnya mengikuti upacara sabda pelepasan jenazah. Frans mengakui, Romo Yos pekerja profesional di bidangnya. Ia memberikan ilmu pengetahuan dan kemampuannya untuk perkembangan gereja lokal. Ia merupakan tokoh menggagas dibentuknya umat basis.Ipar Romo Yos, Drs.Andres Nula Liliweri, menjelaskan 9 Januari lalu ketika sakitnya semakin berat di Larantuka, Romo Yos menelepon adik bungsunya, Ny.Liliweri, supaya menjemputnya dan dirawat di Lewoleba. Dia minta ibu dan keluarga pergi jemput. Dia bilang, saya mau dirawat di situ, tapi jangan di rumah dinas, di rumah kami saja. Kami jemput dan bawa ke sini. Selama di rumah, kami panggil dokter dan dibantu dengan oksigen,” kisah Wakil Bupati Lembata ini, kepada Pos Kupang, Rabu pagi di RSUD Lewoleba.Puncaknya terjadi 30 Januari ketika kesehatannya terus menurun dan dokter menyarankan dibawa ke RSUD. Maksudnya supaya frekuensi kontrol dokter lebih cepat daripada di rumah. Romo juga setuju dan masih bisa jalan,”kata Andreas.Andreas menambahkan, bulan November 2008, Romo Yos dirawat di RS. St.Carolus Jakarta sampai kondisinya membaik dan kembali ke Larantuka bulan Desember 2008. Pemeriksaan medis menyatakan ia mengalami komplikasi beberapa penyakit. (ius)
Riwayat pendidikan:

-Siswa Standard School Larantuka-SDK Lamalera-Lembata- SMA Seminari Hokeng-Filsafat STFT Ledalero Maumere-Theologi STFT Ledalero-Ditahbiskan imam di Larantuka, 17 April 1967. Karya bakti sebagai imam dan studi lanjutan-Studi kateketik di Universitas Selesian, Roma 1967-1971-Ketua Komisi di Keuskupan Larantuka Uskup Mgr.Antonius Thijssen, SVD 1971.-Dosen STKIP Ruteng 1971-Pastor di Bama 1972-Sekretaris Uskup Larantuka 1974-Kursus Media Pendidikan di Munchen Jerman 1979-1980-Ketua Sekpas Keuskupan Larantuka 1982-Vikaris Jendral Keuskupan Larantuka 1984-Menjadi Pro Vikaris Jendral Keuskupan Larantuka 2002-Kepala Pusat Pengembangan Umat Basis Keuskupan Larantuka 2004-meninggal dunia. (ius)

Dalam Dua Dunia, Tetapi Tidak Memiliki

Oleh Silvinus Lado Ruron

Dua dunia. Dunia Flores dan dunia Australia, tepatnya dunia Larantuka dan Melbourne. Beralih dari satu dunia ke dunia lain sungguh gampang-gampang susah.
Melbourne sungguh indah. Satu atau dua tahun lalu ia digelar sebagai 'The most liveable city in the world'. Orang menikmati indahnya kota ini pada malam hari dengan keluar makan di restoran. Setelah berada beberapa minggu di Melbourne, saya diajak teman untuk makan di restoran. Sewaktu diajak, bukan main senangnya saya. Saya ditraktir teman.
Banyak jenis restoran etnis di kota metropolitan ini. Kami pergi ke sebuah restoran Vietnam. Makanan Vietnam sungguh lezat dan itu pertama kali saya mencicipinya. Di akhir makan malam, kami diberi nota bon. Setelah melihat jumlah uang yang harus dibayar, teman saya berkata, 'Let's split the bill' (Mari kita bagi bon). Saya terkejut. "Oh, bayar masing-masing," saya bergumam dalam hati. Sejak itu, saya belajar bahwa diajak keluar tidak berarti ditraktir - bayar sendiri-sendiri.
Selain aneka makanan etnis, penduduk Melbourne pun diperkenalkan dengan cukup banyak bahasa asing. Pemerintah, baik pada tingkat Federal maupun pada tingkat Negara Bagian, mewajibkan sekolah-sekolah untuk mengajarkan sekurang-kurangnya satu bahasa asing. Bahasa Indonesia merupakan salah satu bahasa asing yang diajarkan di sekolah-sekolah.
Banyaknya jenis makanan dan aneka bahasa merupakan dua indikator kemajemukan masyarakat Melbourne.

Mengabdi di Negeri Kanguru
Sekolah tempat kerja dan pengabdian saya. Setelah menyelesaikan pendidikan, saya menjadi staf pengajar tetap Bahasa Indonesia di sekolah 'Catholic Ladies' College', setingkat SMU di Indonesia. Sudah enam tahun lamanya saya mengabdi di sekolah ini.
Mengajar, baik di tempat ini maupun di tempat lain mana pun, punya kesusahan dan kesenangan tersendiri. Enak kalau berhadapan dengan anak-anak yang pandai dan ingin belajar. Sekali dijelaskan mereka mengerti. Tetapi sering kali kesabaran saya diuji sewaktu berhadapan dengan anak-anak yang membutuhkan lebih banyak waktu untuk mengerti satu aspek bahasa yang dipaparkan. Kadang-kadang mereka frustrasi, demikian juga saya. Meskipun demikian, saya berusaha untuk tidak menunjukkan kefrustrasian itu. Sabar, memuji dan memacu semangat itulah yang dinyatakan. Hasil dapat diperoleh melalui pendekatan demikian.
Pada suatu hari, seorang siswi bertanya, "Pak Sil, tolong ceritakan sedikit tentang Flores." Ada beberapa hal yang saya ceritakan. Tetapi yang satu ini, sebelum menceritakannya, saya mengawasi mereka. "Jangan ceritakan ini kepada orangtua kamu. Kamu harus berjanji untuk tidak menceritakannya." Mereka menjawab, "Ya". Sekali lagi saya bertanya, "Kamu berjanji?" Saya memandang semua mereka. Setelah berdiam beberapa detik mereka menjawab, "Ya, Pak Sil." "Begini..." Saya berhenti. Suasana mulai menegang. Beberapa di antara mereka berteriak, "Ceritakan saja, Pak Sil... "Baiklah. Di Flores, kami.... "Kamu apa, kamu apa, Pak Sil?" "Di Flores, kami makan daging anjing." Mendegar itu, ruang kelas serentak dipenuhi dengan suara-suara tidak setuju. Ada di antara mereka berkata, "Jangan pernah mendekati anjing saya, Pak Sil!" Ada yang bertanya, "Rasanya seperti apa, Pak Sil?"
Di kelas, ketika siswi-siswi menciptakan album keluarga sebagai tugas Bahasa Indonesia mereka, beberapa di antara mereka bertanya, "Boleh saya masukkan anjing-anjing saya sebagai bagian dari anggota keluarga?" Saya biasanya bertanya balik, "Menurut kamu, bagaimana?" Mereka menjawab, "Ya." "Baiklah", saya mengakhiri pembicaraan kami.
Tiap semester ada wawancara dengan orangtua/wali murid. Wawancara biasanya terjadi pada akhir triwulan pertama dan ketiga. Orangtua/wali murid harus membuat janji dengan pengajar. Banyak yang datang. Sewaktu mereka menghadiri wawancara, mereka datang dengan senyum dan pujian dan/atau dengan keluhan dan ketidakpuasan mereka.
Berikut ini beberapa ungkapan orangtua/wali murid dalam wawancara kami. "Chloe senang sekali di kelas Bapak. Tetapi dia masih bingung dengan penggunaan "Adalah" dan "Ada." "
"Stephanie bersemangat berada di kelas Bapak. Dia selalu cerita tentang apa yang dia pelajari. Stephanie suka permainan-permainan yang diadakan di kelas. Tetapi penggunaan "Tidak" dan "Bukan" cukup membingungkannya." "Nicole mengalami kesulitan dalam menghafal kosa kata baru. Apakah Bapak mempunyai saran atau strategi untuk ini? Apakah nanti ada perjalanan ke Indonesia?"
"Bagaimana Cassidy di kelas semester ini? Dia tidak nakal, 'kan?" Demikian beberapa kutipan dari wawancara.
Pada pertengahan bulan September tahun ini, sesudah wawancara dengan orangtua/ wali murid ada rekoleksi untuk staf. Salah satu bagian dalam rekoleksi itu adalah "Benda Penting" dalam hidup. Setiap pengajar membawa "Benda Penting" ke rekoleksi. Saya membawa passpor saya.
Passpor adalah salah satu bentuk indentitas tertulis saya. Dalam passport ada visa yang menyatakan "Tinggal di Australia tanpa batas waktu."
Saya orang Flores tinggal di Australia. Kefloresan saya jelas. Tampang saya, logat saya dan kebudayaan saya sungguh Flores. Akan tetapi rajutan benang kefloresan yang ada dalam diri saya sudah diwarnai dengan benang-benang Australia. Benang-benang Australia perlahan-lahan turut menenun keberadaan saya sejak Januari 1995.
Saya berada dalam dua dunia, Australia dan Flores baik secara kultur, mental maupun psikologis. Dua dunia ini pun berada dalam saya. Tetapi kadang-kadang saya merasa tidak memiliki keduanya.
Ketika saya pulang berlibur, terkadang saya merasa asing di tengah keluarga dan sahabat kenalan. Ada keponakan baru atau anak-anak dari keponakan yang tidak mengenal siapa saya. Saya merasa sedikit kaku berbahasa "Nagi" dan "Lamaholot" pada saat-saat awal. Sayang bahwa ini harus terjadi. Saya tidak bermaksud menyakiti hati keluarga atau komunitas asal saya. Tetapi inilah yang saya alami. Sementara itu selagi di Melbourne, saya membawa kefloresan saya. Tiga belas tahun lebih saya berada di sini. Tiga belas tahun lebih berada dalam peralihan, pergi dan pulang antara Melbourne dan Flores dalam arti fisik, kultur, mental dan psikologis.
Di sekolah, rekan-rekan kerja sering berkata, "Sil, kamu beradaptasi baik sekali dengan kebudayaan dan kebiasaan Australia." Mereka menerima saya sebagai bagian dari komunitas. Tetapi saya kadang cenderung melihat diri sebagai seorang pendatang. Ketika seorang pendatang diterima sebagai anggota komunitas, mungkin itu suatu tanda baik. Suatu keberhasilan dalam beradaptasi, berdialog dan berinkulturasi. Mungkin.*

Diakomodir dalam PKG, Warga Datangi Wakil Walikota

KUPANG, PK -- Dua warga Kota Kupang, yakni Ufi, warga Kelapa Lima, dan Lius Kadja, warga Kelurahan Airnona, mendatangi ruang Kerja Wakil Walikota Kupang, Drs. Daniel Hurek, Selasa (24/12/2008). Kedatangan mereka untuk mendapatkan kemudahan pelayanan kesehatan gratis. Pasalnya, keluarga mereka yang terbaring di RSU Prof. Dr. WZ Johannes-Kupang, belum diakomodir dalam pembagian kartu pelayanan kesehatan gratis (PKG) tahap pertama.Wakil Walikota Kupang, Drs. Danel Hurek kemudian meminta Kasubdin Pelayanan Kesehatan, Rudy Priyono, SKM, untuk memberikan pelayanan kepada warga ini.Ufi yang dikonfirmasi Pos Kupang usai menemui wakil walikota, mengatakan, istrinya tengah menderita sakit di RSU Kupang dan tidak bisa mendapat pelayanan kesehatan gratis karena belum diakomodir dalam pelayanan kesehatan gratis tahap pertama.Wakil Walikota Kupang, Drs. Daniel Hurek mengatakan, telah meluncurkan 51.876 kartu pelayanan gratis dari 106.631 kartu yang disiapkan Pemkot Kupang. Total dana yang dibutuhkan Rp 5 miliar lebih.Hurek mengatakan, menindaklanjuti penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemkot dan RSU Kupang, pelayanan kesehatan gratis diberikan kepada masyarakat yang bukan PNS, TNI, Polri, pensiunan, orang kaya dan peserta Jamkesmas. Sisa kelompok masyarakat yang tidak masuk dalam lima kategori itulah yang wajib mendapat pelayanan kesehatan gratis.Hurek menambahkan, pelayanan kesehatan gratis yang merupakan program pemkot itu, diberikan kepada warga Kota Kupang yang memenuhi syarat, yakni sebagai warga Indonesia yang memiliki dokumen seperti KTPN. Ketika ditanya tentang jumlah warga yang belum mendapatkan pelayanan kesehatan gratis, Hurek menambahkan, warga miskin Kota Kupang tidak perlu cemas dan kecil hati. Meskipun belum diakomodir dalam pelayanan kesehatan gratis tahap pertama, warga yang membutuhkan pelayanan bisa mendapatkan pelayanan gratis setelah mengurus kartu pelayanan di Kantor Dispenduk Kota Kupang. (osa)

Kasus Jobber dan Pabrik Es Dilapor ke KPK

LEWOLEBA, PK---Meski belum merupakan keputusan pleno, DPRD Lembata meyakinkan temuan dugaan penyimpangan keuangan negara pada penyelidikan pabrik es dan proyek jobber yang dilakukan pansus Dewan akan dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta. Dalam bulan Januari ini seluruh laporan telah diselesaikan dan materinya diserahkan kepada penyidik KPK.Demikian diungkapkan Ketua DPRD Lembata, Drs. Petrus Boliona Keraf, ketua dan anggota tim perumus laporan pansus, Ahmad Bumi, S.H dan Theo Laba Kolin, S.H, ketika dihubungi Pos Kupang, Senin (5/1/2009), di gedung DPRD Lembata. Lamanya penyelesaian laporan pansus itu semata-mata karena tugas-tugas mendesak yang mesti diselesaikan DPRD, yakni pembahasan dan penetapan RAPBD menjadi APBD, mengikuti bimtek, hari liburan natal dan tahun baru.Theo mengakui kelambanan DPRD merampungan laporan akhir untuk disampaikan kepada penyidik. Tetapi kelambanan itu bukan disengaja untuk mengulur-ulur dan negosiasi dengan pemerintah, namun semata-mata karena kesibukan DPRD menyelesaikan tugas-tugas urgen yang mendesak."Orang boleh berpendapat, kemungkinan ada di antara kami anggota Dewan yang melakukan negosiasi. Terus terang tidak akan dilakukan. Waktu kami sangat terbatas menyelesaikan laporan, sementara ada tugas-tugas penting lain yang butuh penanganan segera," kata Theo.Ia mengatakan, tim pansus tiga yang meneliti proyek pabrik es di Waijarang yang dipimpinnya sudah sepakat melaporkan temuan kepada KPK. Ketegasan sikap itu diungkapkan dalam paripurna laporan pansus akhir 2008. "Tak ada soal dalam tim pansus tiga. Sikap kami melaporkan seluruh temuan dugaan penyimpangan pekerjaan pabrik es kepada KPK," tegas Theo.Ahmad Bumi menambahkan, tak ada kesengajaan Dewan mengulur-ulur laporan temuan kepada penyidik. Keterlambatan itu karena terbatasnya waktu merampungkan temuan tiga pansus itu. Laporan tim pansus satu yang meneliti jobber dan pansus tiga yang meneliti pabrik sudah diselesaikan. Sedangkan file laporan pansus dua yang tersimpan dalam komputer hilang terserang virus sehingga diketik ulang."Kami upayakan pekan ini materinya bisa dirumuskan menyeluruh oleh tim perumus sebelum kami bawa kepada pleno Dewan. Kalau materi yang dirumuskan itu disepakati pleno, tahap selanjutnya menyerahkan laporan kepada penyidik," kata Ahmad. Namun rumusan pansus satu dan tiga sudah ada ketegasan sikap melaporkan temuan kepada KPK di Jakarta," kata Ahmad.Petrus Boliona Keraf mengatakan, selain dugaan korupsi, temuan pansus jobber tentang dugaan persekongkolan bisa juga dijerat UU Nomor 5 Tahun 19 tentang Perlindungan Jasa Usaha. Pasal 22 menegaskan tentang larangan untuk bersekongkol dalam tender proyek-proyek pemerintah. Temuan itu terutama diloloskannya administrasi perusahaan yang telah lewat waktu.Keraf sepakat agar semua temuan pansus dilaporkan kepada penyidik untuk meneliti benar tidaknya dugaan penyimpangan yang ditemukan pansus. "Kalau sudah dirumuskan, kami akan teruskan kepada penyidik," tandas Keraf di ruang kerjanya, kemarin.Sementara Bupati Lembata, Drs. Andreas Duli Manuk, mengimbau tunggakan pansus Dewan yang meneliti dugaan penyimpangan proyek pabrik es, proyek jobber dan DAK pendidikan segera diselesaikan, sehingga bisa diketahui permasalahannya. Apakah temuan penyimpangan itu hanya menyangkut administrasi atau ada indikasi lain penyalahgunaan keuangan negara."Contoh kasus Rp 32 miliar pada 2006, temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Denpasar seperti ada indikasi penyimpangan, tetapi setelah dilakukan pemeriksaan berulang dan menyeluruh, tenyata karena kita tidak tertib administrasi dan tidak tepat waktu sehingga menjadi temuan," kata Andreas dalam sambutan pada penutupan masa persidangan III 2008 dan evaluasi sekaligus pembukaan tahun sidang dan masa persidangan 2009 DPRD Lembata, Senin (5/1/2009). (ius)

Maling Teriak Maling

SUARA dari Lembata kembali menghentak kesadaran kita. Ada maling teriak maling. Belasan orang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lembata masih menunggak kredit sepeda motor di Perusahaan Daerah (PD) Purin Lewo senilai Rp 300 juta. Jumlah uang yang tidak sedikit.Manajemen PD Purin Lewo sudah menyampaikan tagihan kepada Komisi B DPRD Lembata dalam pertemuan bulan November tahun lalu. Namun, sampai sekarang belum ada anggota Dewan yang menyelesaikan cicilannya. Kenyataan itulah yang dilukiskan Direktur Florata Coruption Watch, Piter Bala Wukak, S.H sebagai "maling teriak maling". Pernyataan Bala Wukak tidak tidak berlebihan. Dua tahun lalu DPRD Lembata membentuk pansus (panitia khusus) dengan tugas menyelidiki dugaan penyelewengan yang dilakukan manajemen PD Purin Lewo. Pansus menemukan piutang, antara lain bersumber dari kredit sepeda motor anggota DPRD. Seharusnya Dewan memberi contoh sebagai pihak pertama yang melunasi utang tersebut, bukan membiarkan masalah itu berlarut-larut. Keteladanan memang makin terkikis dari kehidupan masyarakat kita.Dengan tidak membayar cicilan kredit sepeda motor seuai kesepakatan awal, anggota DPRD Lembata telah ikut menghancurkan perusahaan daerah tersebut. Tidak semua anggota DPRD Lembata mengabaikan kewajibannya. Ada tiga orang yang rutin mencicil dan hampir melunasi kredit. Ada juga yang memberi alasan tidak lagi mencicil. Penyebabnya bersumber dari manajemen PD Purin Lewo yang tidak menyerahkan surat-surat kendaraan kepada pemiliknya. Di sini terjadi silang pendapat. Masing-masing pihak mengungkapkan alasan mereka. Kita tidak terkejut. Toh kejadian semacam itu bukan perkara baru di sini. Setiap masalah muncul selalu dibarengi dengan sikap melempar tanggung jawab. Mencari kambing hitam. Di Propinsi Nusa Tenggara Timur, langka nian kita mendengar kabar gembira tentang Perusahaan Daerah. Yang dominan adalah salah urus, warta penyelewengan dan kisah kerugian dari tahun ke tahun. Rugi terus tetapi belum satupun yang berani mengeksekusi mati sebuah perusahaan daerah.Tentang PD Purin Lewo di Lembata baru saja menghangat satu gugatan atas keputusan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lembata menyerahkan pengelolaan jober (fasilitas penampungan bahan bakar minyak). Manajemen dan bisnis badan usaha milik daerah (BUMD) itu diragukan mampu mengelola jober dengan penyertaan modal dari APBD senilai Rp 5,8 miliar. Pemerintah dianjurkan mengevaluasi keputusannya, mengaudit Purin Lewo sebelum menempuh jalan lain, misalnya menyerahkan kepada swasta yang lebih bonafit.Kita memandang gugatan itu rasional dan patut menjadi perhatian para pengambil kebijakan di Lembata. PD Purin Lewo masih menyimpan berbagai persoalan internal yang belum selesai. Tuntaskan terlebih dahulu masalah intern Purin Lewo baru memberi tanggung jawab yang lain. Bahan bakar minyak (BBM) merupakan salah satu kebutuhan vital. Salah kelola akan membawa dampak sangat serius bagi kehidupan masyarakat di Kabupaten Lembata di kemudian hari.Dari sekian banyak penyebab benang kusut perusahaan daerah di NTT, ada dua poin yang dominan. Pertama, pengelola perusahaan daerah umumnya tidak berkompeten di bidangnya. Perusahaan itu diserahkan begitu saja kepada orang-orang yang tidak mengerti bisnis dan bagaimana mengembangkannya.Faktor kedua adalah intervensi kekuasaan birokrasi yang sangat besar dan tak terkontrol. Transparasi ditabukan dan menjauhkan perusahaan itu dari pengawasan publik. Maka cukup sering perusahaan daerah menjadi "tambang uang" bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Ketika terjadi masalah, penanganannya tidak pernah tuntas. Hanya panas-pahas tahi ayam. Ketika timbul perkara, semua berusaha lari dari tanggung jawab. Maling teriak maling!Lembata agaknya perlu belajar dari pengalaman buruk pengelolaan perusahan daerah di lain wilayah. Lembata hendaknya menjadi pioner membangun perusahaan daerah yang sehat secara bisnis dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.(Pos-Kupang.Com)

Nyanyian Nelayan Lembata

TENTANG Lembata, kita tidak selalu mendengar nyanyian merdu mendayu seperti kisah para nelayan Lamalera menangkap ikan paus. Hari-hari belakangan ini kita justru semakin kerap mendengar nyanyian pilu, getir dan menyesakkan dada. Lembata memikul banyak perkara yang perlu dituntaskan segera.Bantuan yang tidak membantu. Kira-kira begitulah judul lagu terbaru dari Lembata. Lagu yang dinyanyikan para nelayan miskin. Seperti diberitakan Pos Kupang Kamis lalu, sebagian dari 25 unit kapal fiberglass bantuan Dinas Sosial (Dinsos) Propinsi NTT kepada nelayan miskin di Lewoleba, Kecamatan Nubatukan dan Ile Ape rusak parah. Bantuan yang diberikan pada bulan September 2008 tersebut tidak membantu para nelayan. Ketua kelompok nelayan Bajak Laut, Salimar Sunthe dan Ketua Kelompok Generasi Muda, Yoseph Laba Koban menjelaskan, mesin kapal buatan Cina tidak bagus kualitasnya. Mesin rusak hanya tiga sampai empat bulan setelah para nelayan menggunakan kapal itu untuk mencari ikan. Selain itu, bodi kapal sangat tipis sehingga mudah pecah bila dihantam gelombang besar atau berbenturan dengan batu karang.Spirit yang terkandung dalam setiap bentuk bantuan dari pemerintah adalah membantu masyarakat mengatasi masalah hidup yang mereka hadapi. Demikian pula kiranya dengan bantuan 25 unit kapal fiberglass dari Dinas Sosial Propinsi NTT. Sarana itu dimaksudkan untuk mendukung aktivitas nelayan Lembata memperoleh penghasilan yang lebih baik. Kapal ikan bermesin dari bahan fiberglass tentu lebih bagus mobilitas dan kemampuannya ketimbang perahu tradisional. Namun, dengan kualitas yang buruk, bantuan tersebut tidak banyak manfaat bagi nelayan. Bantuan yang tidak membantu apa-apa. Dalam situasi seperti itu kiranya bisa dimengerti bila masyarakat menilai pemerintah tidak ikhlas membantu mereka keluar dari masalah hidup.Kita mengharapkan instansi berwenang segera menelusuri persoalan ini guna mengetahui duduk perkaranya dengan jelas dan obyektif. Di mana letak benang kusutnya hingga mutu kapal yang nilai per unit puluhan juta rupiah tersebut jauh dari harapan? Kalau ada indikasi penyelewengan, maka hukum mesti ditegakkan agar kasus serupa tidak terulang.Kasus seperti ini bukan yang pertama. Sudah berulang kali terjadi di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Masyarakat penerima bantuan pemerintah merasa kecewa karena bantuan tidak sesuai harapan mereka. Yang lazim terjadi adalah bantuan pasca bencana. Bencana selalu menghadirkan uluran tangan dari berbagai pihak. Mereka menyumbang dengan ikhlas hati. Sesuai tanggung jawabnya, pemerintah mengelola bantuan tersebut dengan mengacu pada mekanisme, prosedur serta ketentuan yang berlaku. Untuk pembangunan sarana fisik, misalnya, dimungkinkan penunjukan langsung atau lewat tender. Pembanguan sarana fisik itu dikerjakan oleh kontraktor yang ditunjuk atau memenangkan tender. Begitulah mekanisme yang berlaku dan tidak asing bagi masyarakat. Selalu menjadi soal pada sisi pengawasan. Pemerintah lemah dalam hal ini. Demikian pula dengan lembaga legislatif. Tangan mereka seolah tak berdaya, tak sanggup menjangkau sesuatu yang seharusnya menjadi kewewenangan mereka untuk mengatakan ya atau tidak. Maka hasilnya mudah ditebak. Pembangunan sarana atau prasarana asal jadi. Kualitas buruk, tidak sebanding dengan nilai uang yang dipakai untuk membangun sarana atau prasarana tersebut.Kita tidak akan bosan untuk mengatakan bahwa pembangunan memerlukan perencanaan dan pengawasan yang baik. Juga komitmen serta tindakan konkret untuk menegakkan ketentuan yang berlaku. (Pos-Kupang.Com)

Nelayan Lamalera Memburu Ikan Paus


Foto Prosesi Penangkapan Ikan Paus