Jumat, 27 Februari 2009

Dugaan Penyimpangan Proyek Jobber, Kajari Pulbaket 30 Hari

LEWOLEBA, PK -- Desakan Florata Corruption Watch/FCW kepada penyidik kejaksaan, kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan dugaan penyimpangan proyek pabrik es dan jobber (fasilitas penimbunan BBM) milik Pemkab Lembata mendapatkan respon positif. Kejaksaan Tinggi NTT memerintahkan penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Lewoleba mengumpulkan bahan dan keterangan (pulbaket) selama 30 hari dan melaporkan hasilnya kepada Kejati NTT."Laporan panitia khusus (pansus) DPRD bisa menjadi bukti awal untuk kami bekerja. Seperti juga hasil pansus meneliti dugaan penyimpangan keuangan PD Purin Lewo, setelah diaudit BPKP, jumlah kerugian negara lebih kecil dari perhitungan pansus. Karena itu, kami akan bekerja menurut cara kami melakukan pulbaket. Perintah Kajati NTT melakukan pulbaket bukan penyelidikan atau penyidikan. Hasil pulbaket akan kita laporkan dalam 30 hari," kata Kajari Lewoleba, Gabriel Mbulu, S.H, kepada Pos Kupang, di Lewoleba, Selasa (17/2/2009). Perintah Kejati NTT tertuang dalam surat No: R-28/8.3.3/DEK.3/1/2009 ditandatangani Asisten Intelijen, I Gusti Nyoman Subawa, S.H. Surat perintah ini melampirkan guntingan koran Pos Kupang edisi Senin (5/1/2009) yang memuat desakan Florata Corruption kepada penyidik mengusut dugaan penyimpangan proyek pabrik es.Gabriel menambahkan, laporan pulbaket proyek pabrik es dan jobber akan disampaikan kepada Kajati NTT. Apakah hasil pulbaket itu akan ditingkatkan ke tahap penyelidikan dan penyidikan, sangat tergantung kepada hasil akhir pulbaket yang dilakukan tim Kejari Lewoleba.Direktur Florata Corruption, Piter Bala Wukak, S.H, kepada Pos Kupang menyampaikan terima kasih atas respon positif Kajati NTT. Respon itu harus ditunjukkan dengan kinerja di lapangan menuntaskan dugaan penyimpangan proyek jobber dan pabrik es. Apapun hasil yang ditemukan, Piter menyarankan disampaikan kepada masyarakat. Apabila ada indikasi penyewengan keuangan negara dan harus ditingkatkan ke tahap penyelidikan dan penyidikan. Bilamana tidak ada temuan, juga disampaikan transparan kepada masyarakat agar tidak menjadi polemik di masyarakat.Dikatakannya, pemahaman masyarakat awam menyimpulkan temuan pansus telah terjadi penyimpangan. Tetapi apakah penyimpangan itu benar-benar ada dan merugikan keuangan negara harus dibuktikan lewat penyelidikan dan penyidikan mendalam dan tuntas."Masyarakat jangan dibiarkan mendiskusikan kasus ini berkepanjangan. Kalau harus ditingkatkan ke tahap penyelidikan dan penyidikan, proses saja supaya kasus ini menjadi jelas," tandas Piter.Menurut tim pansus I DPRD meneliti proyek jobber yang didanai dari APBD Lembata Rp 18.705.000.000,ditemukan beberapa persoalan terindikasi syarat kepentingan, persekongkolan, kolusi dan korupsi merugikan keuangan negara ditaksasi Rp 1.002.787.379,05. Penyimpangan meliputi denda keterlambatan paket pekerjaan tahap I yang tidak termuat dalam kontrak senilai Rp 428.137.589,05, asuransi proyek Rp 309.426.810 dan reengineering (perencanaan kembali) Rp 268.232.890. Temuan lain, tak satu pasal pun dalam kontrak induk maupun addendum kontrak nomor 140a dan 140b mengatur asuransi. Tetapi dialokasikan dana Rp 309.426.810 untuk asuransi pembangunan jobber dan transportasi. Padahal Keppres Nomor 80 Tahun 2003 lampiran 1 Bab II poin 2 mengisyaratkan, penyedia barang/jasa harus mengasuransikan semua barang dan peralatannya yang mempunyai resiko tinggi. Pansus juga menemukan penyimpangan terjadi sejak pelelangan. Dua anggota panitia tidak memiliki sertifikat keahlian, pemungutan uang pendaftaran Rp 1 juta kepada rekanan bertentangan pasal 8 Keppres Nomor 80 Tahun 2003. Proyek ini dilamar enam perusahaan, tapi empat perusahaan gugur karena administrasi diajukan tidak lengkap. PT Djasa Uber Sakti dan PT Indolas Pramata memenuhi syarat mengikuti penawaran. Meski dokumen utama PT Djasa Uber Sakti, berupa SIUJK dan SBU telah kadaluwarsa sejak 31 Desember 2006. Bahkan tak satupun surat keterangan dari badan sertifikasi Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI) yang menyatakan sertifikasi perusahaan ini sedang diproses.
Mark up pabrik Es
Pansus tiga menyelidiki pabrik es di Waijarang, menemukan mark up (penggelembungan) beberapa aspek pekerjaan, pembuatan jetty (tambatan perahu) Rp 135.364.791, menara air Rp 94.220.507,25, jaringan listrik diesel 135 KVA Rp 291.500.000. Gedung pabrik es Rp 140.000.052,44, rumah listrik (diesel) Rp 11.500.214,52 dan pembuatan pabrik es dan mesin Rp 885.777.640.Anggaran digunakan bersumber dari dana alokasi umum (DAU) Rp 397.222.500 serta dana alokasi khusus (DAK) dan dana pendamping Rp 1.025.777.500 atau keseluruhan Rp 1.423.000.000.Setelah owner estimate (OE), item pekerjaan jetty dihilangkan, meski alokasi anggaran Rp 1.423. 000.000, tak berkurang. Begitupun setelah addendum satu, harga semua item pekerjaan tidak berubah pula. Pada addendum dua semua item pekerjaan mengalami eskalasi cukup besar. Gedung pabrik es dieskalasi Rp 29.701.198,80 menjadi Rp 160.701.198,80 dari harga sebelumnya Rp 140.000.052,44. Pembuatan pabrik es mendapat tambahan Rp 364.368.870 menjadi Rp 1.250.146.476,70 dari harga sebelum eskalasi Rp 885.777.640. Rumah listrik yang semula Rp 11.500,241,52 ditambah Rp 25.617.568,56 menjadi Rp 37.117.779,02. Total dana eskalasi Rp 419.687.600 menjadi Rp 1.842.697.600 dari harga pada kontrak awal Rp 1.423.000.425,26.Fakta lainnya, di dalam dokumen kontrak menggunakan amoniak, di lapangan terpasang freon merugika negara Rp 130,9 juta, karena peralatan yang diadakan kontraktor seperti pompa air dan kondesor Rp 26,7 juta, valves regular valve Rp 64,8 juta, pipa penghubung NH-3 Rp 27,8 juta dan pipa air 4 dim dan 1,5 dim seharga Rp 11,6 juta. Peralatan ini bisa digunakan apabila menggunakan amoniak. Padahal harga mesin freon jauh lebih murah dari mesin menggunakan amoniak.Mesin pabrik es merupakan mesin modifikasi merek Cina dan Jerman diduga terjadi mark up Rp 300 juta lebih. Pengadaan kabel instalasi tidak standar (kabel serabut) tidak sesuai rencana anggaran biaya. Mesin listrik (genzet) di dalam perencanaan 135 KVA seharga Rp 291.500.000, yang diadakan 100 KVA tanpa perubahan harga. Mesin kapasitas 100 KVA, seharusnya bisa mengoperasikan pabrik es kapasitas 10 ton/hari. Pada pabrik es di Maumere dipasang mesin kapasitas 50 KVA bisa memproduksi es balok sejak 2006. Proyek ini menghabiskan anggaran Rp 540 juta. (ius/Pos KUpang)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar